Untuk membentuk peserta didik agar berbudi pekerti luhur tidaklah mudah seperti membalikkkan telapak tangan, namun perlu usaha keras dan sungguh-sungguh melalui contoh tauladan yang baik dari guru secara keseluruhan dan guru Pendiidkan Agama khususnya. Di samping itu yang tidak kalah pentingnya juga dalam usaha membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa sebagaimana tujuan pendidikan nasional kita adalah memberikan pengetahuan ibadah secara teoritis dan praktis. Sebab apabila peserta didik mengetahui, mampu dan mau beribadah dengan baik dan benar akan dapat menciptakan peserta didik untuk taat kepada agamanya dan berimbas pula kepada lahirnya perilaku serta sikap yang jujur, berbudi pekerti luhur yang didasarkan keimanan serta dari ibadah yang dilakukannya setiap hari.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa pendidikan kita dirasakan kurang berhasil dalam menciptakan siswa-siswi yang berakhlak mulia atau berkarakter yang di tandai dengan banyaknya siswa tawuran, asusila, narkoba, dan lain-lain?
Apakah hal ini dikarenakan pendidikan lebih berfokus pada pengajaran ketimbang pendidikan? Ataukah karena tidak adanya contoh tauladan dalam kehidupan siswa-siswi kita?
Kalau dihubungkan dengan kenyataan dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam, kita sering melihat pengajaran agama Islam banyak berkutat di dalam kelas yang hanya bertujuan untuk mencapai target kurikulum semata, dan kurang memperhatikan apakah pelajaran ini mampu memotivasi peserta didik untuk beribadah serta berakhlak mulia atau tidak. Dalam rapor nilai si peserta didik 9, namun perilakunya tidak sesuai dengan norma-norma agama.
Kalau boleh jujur, masih banyak siswa-siswi kita yang sudah duduk di bangku tingkat SLTA tapi belum mampu untuk melakukan ibadah dengan baik sebutlah misalnya shalat. Membaca Al-Qur'an juga masih menjadi persoalan . Padahal kita tahu bahwa Pendidikan Agama Islam sudah diajarkan sejak bangku SD, SMP sampai SLTA, namun belum menguasai kompetensi yang seharus sudah selesai pada tingkat Sekolah Dasar. Kalau ini yang terjadi tentu peserta didik kita belum dapat melaksanakan ibadah dengan baik yang akan membentuk perilakunya. Di manakah letak kesalahannya? Menurut penulis barangkali karena Pendidikan Agama Islam di sekolah-sekolah tidak sedikit yang hanya mengajarkan materi-materi pendidikan agama Islam secara formal di depan kelas sehingga materi pelajaran tersebut terasa masih di atas langit dan belum membumi atau dibawa ke alam nyata yang dapat dirasakan lansung oleh siswa secara praktis dalam kehidupan sehari-hari seperti membiasakan anak untuk shalat berjamaah, belajar membaca Al-Qur'an,berdo’a bersama serta kebiasaan lainnya. Kemudian, sedikit sekali ada bimbingan membaca Al-Qur'an di luar jam efektif, ataupun belajar shalat, menjadi imam, menjadi khatib yang dilaksanakan dalam pelajaran ekstra kurikuler.
Kita yakin pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang berfokus pada pembiasaan –pembiasaan melakukan hal-hal yang baik seperti mengucapkan salam, bersalam-salaman, dan pendekatan kepribadian dan lain-lain yang dilaksanakan dilingkungan sekolah maupun madrasah akan lebih efektif membentuk perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik ketimbang pengajaran pada tataran kognitif semata.
Kita berharap perpaduan antara teori di kelas dan dan praktek pembiasaan suasana religius secara lansung di lingkungan sekolah akan mampu menciptakan manusia-manusia yang beriman dan bertaqwa secara hakiki, dan bukan hanya diucapkan dengan kata-kata atau lips service semata.semoga